Pendiri Alibaba, Jack Ma, menantang pelaku UKM Indonesia untuk pasarkan produknya ke China melalui platform digital.
Perusahaan dagang elektronik atau e-dagang dari China, Alibaba, menantang kesiapan produk usaha kecil dan menengah untuk diekspor ke pasar dunia, termasuk ke China melalui platform Alibaba. Oleh karena itu, perlu upaya memacu jumlah dan mutu produksi untuk menembus pasar ekspor.
Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf menyampaikan hal itu dalam pertemuan bisnis yang diselenggarakan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, di Jakarta, Kamis (6/9/2018). Selain Triawan, Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Lukita Dinarsyah hadir di acara itu.
"Beliau (Jack Ma, pendiri Alibaba) tidak hanya ingin berjualan di Indonesia, tetapi juga ingin membuka pasar untuk produk Indonesia," kata Triawan. Jack Ma menantang pelaku usaha Indonesia untuk segera memasok produk usaha kecil dan menengah (UKM) dalam skala besar ke pasar China, termasuk pasar dunia, pada November 2018. Menurut Triawan, pemerintah mendorong pelaku UKM untuk memasok produk rnelalui platform digital Alibaba, seperti kerupuk udang dari Sidoarjo dan produk kopi.
Lukita Dinarsyah menambahkan, Batam sebagai kawasart perdagangan dan pelabuhan bebas bisa menjadi tempat penyimpanan atau basis logistik sebelum produk diekspor ke luar negeri melalui aplilcasi e-dagang. Produk juga lebih mudah diterbang-kan secara langsung dari Batam ke China.
Batam juga bisa jadi basis produksi industri berorientasi ekspor. Sebab, Batam merupakan wilayah bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPn) untuk produk berbahan baku impor yang diproses menjadi produk ekspor. Dengan demikian, industri jadi lebih efisien.
Pesatnya perkernbangan bisnis e-dagang dinilai masih sering melupakan kualitas layanan ke konsumen. Oleh karena itu, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) berencana mengeluarkan standar pelayanan sebagai acuan industri.
Ketua Umum idEA Ignatius Untung, di Jakarta, Kamis (6/9/2018), mencontohkan standar waktu memproses permintaan pembelian, pengemasan barang, hingga pengiriman. Perusahaan e-dagang kadang memberikan notifikasi kepada konsumen dan kadang tidak.
Hal lain terkait standar pelayanan adalah soal pengaduan transaksi barang dan penerbitan informasi barang sesuai dengan ketersediaan stok. "Dari aneka bentuk standar layanan, kami akan memberikan penilaian, nilainya dibuat secara bertingkat," ujarnya.
Dengan adanya standar diharapkan memacu perusahaan e-dagang memberikan pelayanan terbaik ke konsumen. Sementara konsumen dinilai akan sernalcin teredukasi, Konsumen akan lebih percaya ke perusahaan e-dagang yang menawarkan layanan sesuai. standar. "Perumusan hingga implementasi standar layanan diharapkan paling lambat tahun 2020. Standar ini sifatnya bukan wajib," ujarnya.
Terkait kebijakan pemerintah menaikkan tarif Pajak Penghasilan impor 1.147 komoditas, Wakil Ketua Umum idEA Bidang Relasi Pemerintahan Mohamad Rosihan mengatakan, sampai sekarang asosiasi belum memiliki data volume dan nilai barang impor yang diperjualbelikan di platform e-dagang. Akan tetapi, volume dan nilai barang impor yang besar bukan berasal dari jenis konsumsi ritel melainkan pendukung industri skala besar atau proyek infrastruktur negara. "Kalau pemerintah mengendalikan impor, hal yang semestinya dilakukari adalah mendata volume dan nilainya," ujarnya. (FER/MED)
Sumber: Harian Kompas (7 September 2018)